Wednesday, August 31, 2005

udah miskin, angkuh, hidup lagi!

melihat aerial view kota new orleans, lousiana, yang 90 digenangi air, sontak ingatan kita melayang ke banda aceh dan meulaboh, pada minggu-minggu setelah tsunami. mirip betul! bedanya barangkali pada jumlah korban tewas yang menurut ap, "hanya" sekitar 120 orang untuk lousiana saja, dan sekitar 50 jiwa lainnya di negara bagian tetangganya. "korban masih mungkin bertambah, mayat masih terus ditemukan," kata kathleen blanco, gubernur lousiana. seperti korban tsunami, jutaan orang juga kehilangan tempat tinggal, tak dapat listrik dsb.

perbedaan lainnya tentu saja soal bantuan. saat tsunami, amerika bahkan sampai mengerahkan kapal induk untuk membantu, yang memungkinkan lebih banyak jiwa bisa diselamatkan, terutama di daerah yang belum bisa dijangkau penolong dari bangsa kita sendiri, (karena alat-alat militer kita digerogoti korosi dan korupsi). apa kita bilang saat itu? "waspadai bantuan asing!" "jangan biarkan mereka lama-lama di bumi serambi mekkah, nanti tercemar!" "kasih limit keberadaan pasukan luar!" "amerika pasti ada maunya!" dsb.

kita tak peduli ada foto anak aceh mengacung-acungkan poster berbunyi "us troops, please don't leave us". kayaknya ngga ada deh, poster semacam, "tni yang kami banggakan, jangan tinggalkan aceh".

nah saat ini, giliran mereka yang kena? apa bantuan kita? boro-boro! basa-basi aja ngga ada, misalnya pidato duka cita 15 menit dari sby yang jago bahasa inggris itu. (mungkin dia sudah terlalu sibuk mikirkan kapan waktu yang tepat menaikkan harga bbm, biar jangan sampai mengganggu popularitasnya). satu-satunya pernyataan resmi kita adalah dari deplu. "alhamdulillah, wni di lousiana sudah dievakuasi ke konjen terdekat". siapa saja mereka? ya, pegawai-pegawai konjen!

bukalah buku pmp/ppkn, (atau apalah namanya). di sana tertulis: "indonesia negeri yang kaya, jembut, eh, jamrud kathulistiwa di antara dua benua dan dua samudera. bangsa yang berbudi luhur, berbudaya tinggi, beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, yang sudah disediakan surga bahkan sejak masih di dunia..."

kita memang terlalu miskin untuk membantu. tapi lebih buruk dari itu, kita si miskin yang tak tahu berterima kasih. udah miskin, angkuh, curigaan, hidup pula!

hidup indonesia! merdeka!

Thursday, August 25, 2005

merdekalah katanya...

merdekalah namanya...
minyak tanah diantre berbaris-baris
merdekalah katanya
bayi kurang gizi tak lagi mampu menangis

merdekalah rupanya
anakku tak lagi punya tanah lapang
merdeka sepertinya
tiap hari hutanku gundul ditebang

wajah pahlawanmu buram di buku-buku sejarah
kalah dengan sinchan yang tertawa meriah
makam pejuang suram di bawah cahaya temaram
tersisih mall, plaza, atau musik dum dam dum dam
tapi merdekalah namanya....

suara soekarno kini tak lagi seru mengharu
sudah ada polifonik handphone terbaru?
lagu indonesia raya ciptaan siapa, Masa bodo
kalau aku tak tahu, so what gitu lho!
tapi merdekalah rupanya...

pada ini negeri
susah benar untuk tetap bangga di hati
seperti tersia, sukma pejuang ke bumi bertaut
makin ke tepi negeriku hanyut

suatu hari barangkali
kita tak layak teriak merdeka lagi
atau sejak hari ini?

Friday, August 12, 2005

kok semangat sekali membela tuhan?

Saya bingung, banyak orang demikian semangatnya membela Tuhan, seolah-olah Dia makhluk lemah dan tak berdaya. Mengapa kita tidak pernah cukup marah melihat orang miskin diperlakukan semena-mena, padahal merekalah yang sebenarnya butuh pembelaan kita." Pi Patel, dalam novel Life of Pi, karya Yan Martell.

Aku pun setuju, terlalu banyak energi yang dikeluarkan manusia untuk membela Dia Yang Maha Perkasa. Kadang aku pun hampir setuju pula, bagusnya memang tak usah ada agama, jika hanya jadi alasan berantam dan saling bunuh.

Banyak kali orang yang pantang tak tampil sebagai pembela Tuhan. Sikit-sikit orang dianggap melecehkan, menghina. Yang tak ada hubungannya pun dihubung-hubungkan.

Padahal di antara yang (sok) membela itu, mungkin ada yang pernah berzinah di kamar hotel, meski dia tahu, di laci lemari hotel itu ada Alquran, atau mungkin ber-quicky sex ria di dalam mobil, sementara di atas dashboardnya tergantung salib berukir, segitu gedenya sampe ngalangin pandangan sopir.

Sudahlah, mari buat Tuhan tersenyum, dengan membantu makhluk-Nya yang memang butuh bantuan. Dia sungguh terlalu perkasa untuk dibela siapapun. Tahu tidak, kita sudah membuat ribuan, atau mungkin jutaan penggemar Dewa, menjadi lebih muak dengan Tuhan. Untung aku bukan bukan salah satunya, tapi toh lama-lama bisa muak juga.

menyerang ahmadiyah, menjual tuhan

sedih rasanya, melihat sekelompok orang yang merasa paling mengenal dan dikenal tuhan, menyerang sekelompok lainnya yang justru sedang berusaha keras memahami tuhan, atau paling tidak melakukan sesuatu yang masih ada hubungannya juga dengan tuhan...

di sisi lain, banyak orang yang nyata-nyata menjual-jual tuhan, (misalnya, menjadi agen "dukungan tuhan" bagi kandidat tertentu dalam pilkada kemarin) malah tak diapa-apai.

dari referensi yang saya punya (maaf kalau referensi ini kurang komprehensif), ahmadiyah sebenarnya tak jelek-jelek amat. dalam beberapa hal, mereka malah sangat islami, dalam arti anti kolonialisme, anti dekadensi moral, anti kemiskinan, sangat menonjolkan kemandirian dan kewirausahaan, berpikiran damai, pokoknya nilai-nilai islam-lah. dawam raharjo, seorang cendikiawan muslim yang disegani, malah berani mengatakan, ahmadiyah itu muhammadiyah-nya pakistan. artinya, kedua organisasi ini, sama-sama membawa semangat pembaruan islam, bukan dengan menjadi liberal tak menentu, tetapi justru kembali ke akar ajarannya.

persoalannya barangkali adalah klaim kerasulan mirza ghulam ahmad, sang pendiri sekte ini. tapi ini pun pantas diperdebatkan karena setelah saya telusuri ke dalam website, juga buku-buku dan artikel yang ditulis orang ahmadiyah sendiri, mereka juga bersyahadat tentang kerasulan muhammad saw.

tapi sudah menjadi cacat kita, kaum beragama di indonesia, merasa sudah memahami persoalan, padahal yang digenggamnya barulah sepotong fakta. persis seperti semut yang berdebat tentang bentuk seekor gajah. yang merayap di belalai mengatakan gajah itu seperti pipa raksasa nan fleksibel, sementara yang bertengger di gading bersikukuh gajah adalah tombak runcing yang kokoh. konon pula semut yang terjebak di dekat "maaf" dubur si gajah, maka dia haqqul yaqin gajah itu sejenis gua yang lembab, hangat, dan berbau.

musuh islam bukanlah ahmadiyah, juga bukan kristen, hindu, buddha, dan semua agama dan aliran kepercayaan, tetapi mereka yang tidak lagi mengakui agama dan menuhankan tuhan, dan karenanya berperilaku bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

mereka bisa berada di dalam agama itu sendiri, bahkan tampil dalam sosok yang sangat agamawi, karena memang dengan culasnya, mengenakan semua atribut agama, baik dalam nama dan gelar-gelar, cara berbusana, sampai logat bicara.

islam bukanlah sepotong serban, tetapi hati yang ikhlas dan tawakkal kepada allah. kristen bukan kalung salib sebesar kepalan tangan, tetapi jiwa yang penuh cinta kasih kepada siapa saja. buddha juga bukanlah kepala yang plontos, tetapi jiwa yang jernih, bersih dari segala keinginan-keinginan duniawi, dan seterusnya.

merasa diri menjadi wakil tuhan di muka bumi, sehingga punya hak untuk membinasakan orang yang "berbeda" bisa-bisa malah mendatangkan murka-nya, karena dia tak pernah merasa mengangkat kita menjadi wakil-nya.

hati-hati, jangan sampai menjadi semut di dubur gajah. kacian banget deh lu!

siapa bilang mencinta itu sederhana


"aku tidak mencintaimu, tetapi mencintai diriku sendiri di dalam dirimu" -- syair arab klasik.

cinta sudah memberi energi yg tak habis-habisnya kepada manusia, untuk selalu bicara tentangnya... sedemikian luasnya, sehingga tidak saja ia dikaji dengan pendekatan psikologis (bidang ilmu yang semestinya paling "berwenang" membahas itu), tetapi juga sastra, agama, sosial, metafisika, bahkan biologi dan kimia. misalnya, mencari tahu, apa sih yang terjadi pada tubuh seseorang ketika ia diserbu cinta, atau reaksi kimia macam apa yang terjadi di otak si "korban" cinta...

deskripsi "mencintai" sering dibuat sedemikian perfect-nya, malah cenderung utopis, dan biasanya ditemukan dalam syair-syair para pujangga. tetapi deskripsi seperti itu tetap saja perlu, paling tidak untuk mengingatkan kita, bahwa mencintai bukanlah perkara mudah, meskipun bukan pekerjaan mustahil.

menurut banyak orang, mencintai sepenuh hati itu tak sulit, bahkan kadang hati kita bukan lagi penuh, tetapi meluap. yang sulit adalah, untuk tetap mencintai sepenuh hati... waktu adalah tantangan terbesar bagi cinta, karena tubuh, sifat, persoalan hidup, pengetahuan, bahkan dunia, semuanya berubah.... apakah bisa mencintainya dengan totalitas yang sama, baik ketika dia masih cantik dan mulus maupun saat sudah tua, mengerut, dan berbau?

persoalan lainnya, bukan sekadar bagaimana bisa mencintai sepenuh hati, tetapi mencari orang yang layak dicintai sepenuh hati... tak ada yang lebih hampa dari tepukan sebelah tangan, sebagaimana tak ada yang lebih sakit, daripada ketika orang yang mestinya menghapus air matamu, malah membuatmu menangis sejadi-jadinya....

begitulah.... rumit bener. tp tetap jangan menjadi takut mencintai dan dicintai... namun karena namanya pun sudah jatuh cinta, sebelum bener-bener jatuh, kenakan sabuk pengaman, atau helm full face, biar ketika terjatuh, tidak cedera berat, dan bisa langsung bangkit lagi.

selamat (atau mari) bercinta....
toga.