Thursday, December 22, 2005

mencari diri sendiri, di mana-mana...

ini karena sebuah perbincangan (menarik) dengan seorang perempuan cerdas--katakanlah begitu--malam ini. dia mengaku tak pernah merasa benar-benar ada... "aku merasa seperti terpojok dalam kesendirian, sepi..." keluhnya.

tapi dia mungkin tidak benar-benar sendirian, maksudnya dalam perasaan seperti itu. mungkin banyak (atau semua?) di antara kita, yang juga sedang sibuk mencari-cari dirinya sendiri.

dalam sebuah catatan pinggirnya, gm pernah menyindir orang yang baru merasa ada, setelah mengenakan atribut-atribut, misalnya pakaian kebesaran dengan setumpuk tanda jasa, atau mungkin asesoris bermerk yang harganya tak masuk akal. tanpa atribut itu, dia tidak merasa sungguh ada. jadi dia tak lebih dari asesoris-asesoris itu!

mungkin pula karena ingin merasa ada, kita pun sibuk mencari seseorang untuk dicinta... pada tatapan matanya, pada butuhnya, pada kerinduannya, pokoknya pada dirinyalah, kita bisa melihat bayangan diri sendiri. seperti sebuah cermin.

tetapi seperti seberkas cahaya... yang baru bisa kita pastikan ada ketika dia mengenai sesuatu, dari terang yang ditimbulkannya... ketika di luar angkasa sana, di ruang hampa mahaluas, cahaya seperti tiada, karena tak ada satu partikel pun yang memantulkannya....

ketika terjangan cahaya matahari misalnya menampar bumi, kita baru tahu, ternyata cahaya itu ada... dan hebatnya, dia tidak hanya berhasil menunjukkan dirinya, tetapi sekaligus juga membuat bumi juga menjadi ada. tanpa cahaya, bumi akan ditelan pekat hitamnya ruang angkasa...

jadi sahabatku, mencintai adalah satu-satunya cara kita untuk merasa ada... cari dirimu sendiri di dalam cintanya, temukan dirimu sendiri di dalam perasaan kehilangannya ketika kau tiada di sisinya...

Thursday, December 15, 2005

dan kematian pun semakin akrab*)

dua hari lalu aku dapat kabar; seorang kawan, wartawan muda (32 tahun) tewas dalam kecelakaan lalu lintas.

bukan dia yang membuatku risau, tetapi tentang seorang istri dan dua bocah kecil yang ditinggalkannya...

sebuah tangisan pada kematian mestinya memang bukan untuk si mati, tetapi untuk mereka yang ditinggalkannya... jalan bagi mereka yang lebih dulu pergi, biarlah jadi urusan malaikat-malaikat surga... tetapi yang ditinggalkan? bisa menjadi mangsa kehidupan yang begini liar...

hidup memang rimba raya ketakutan... dan hanya satu cara untuk membuatnya tidak begitu gersang dan garang menjajah jiwa: menabur benih-benih cinta, menyemai pohon-pohon keimanan.

selamat jalan sobat, ini hanya soal giliran.


*)judul puisi subagio sastrowardoyo