Wednesday, April 18, 2007

Pindah Rumah

Tuesday, April 10, 2007

S'il Suffisait d'Aimer...

puluhan ribu orang larut, ikut bernyanyi di pengujung konser di stade de france, malam itu...

sebelumnya, mereka juga ikut bersenandung, saat celine dion, penyanyi yang menjadi episentrum emosi penonton di tengah panggung, menyanyikan deretan lagu hits, mulai dari treat her like a lady dengan beat yang menghentak, sampai my heart go on yang mendayu. namun tak pernah seemosional lagu ini...

tanpa memahami liriknya pun, dalam bahasa perancis, lagu dengan iringan grand piano dan sedikit orkestrasi ini seperti mampu menyentuh hati. hmm... kata-kata tanpa arti ternyata bisa menyentuh hati...

kadang, bahasa memang tak begitu diperlukan... siapa yang mengerti sapaan embun yang menggelantung di pucuk ilalang... atau bisik lirih angin malam di sela dedaunan..

S'il suffisait qu'on s'aime
s'il suffisait d'aimer
Si l'on changeait les choses un peu
rien qu'en aimant donner
S'il suffisait qu'on s'aime
s'il suffisait d'aimer
Je ferais de ce monde un rêve,
une éternité

if loving was enough... begitu mewakili kenyataan, bahwa cinta tak selalu membawa keindahan. banyak hal lain yang diperlukan agar cinta bisa bermanfaat...

dunia bukan sinetron (sampah) remaja, di mana hidup dikelilingi mekar bunga-bunga warna merah muda...

sampai di sini dulu de... ni otak udah ngga bisa diajak kerja.. kebanyakan ngonsumsi racun kali ya.. :-( pokoknya, lagu ini begitu inspirasionalnya, sampe gw bela2in ganti template. that's the point! gitu aja kok repot!


Wednesday, April 04, 2007

Mengapa Saya Makin tak Percaya?

ketika melihat kepedihan hidup: seorang nenek renta yang harus mendorong gerobak, mengangkat pasir, atau lelaki sepuh yang harus mengayuh becak pukul 11.30 malam di bawah tamparan gerimis, keduanya sekadar ingin mempertahankan hidup; masihkah kau percaya ada tuhan di atas sana?

kalau memang ada, tuhan macam apa itu, yang membiarkan ada derita sepekat itu kepada ciptaannya, derita yang membuatku tak lagi bergidik dengan ancaman neraka (karena di sini, di atas bumi, neraka itu toh sudah digelar sejak kemarin).

ulama, pendeta, pandita, biksu, dan semacamnya, dengan pakaian bersih dan perut terisi nyaman, berbuih-buih mulutnya bicara tentang kasih sayang tuhan... sesuatu yang wajib dipuji karena telah memberi kita kehidupan.

kehidupan apa? kehidupan yang harus dipertahankan dengan mengayuh becak sampai ke pucuk malam?

atau lonte yang harus menahan perih robek di selangkangan dan kalbunya, demi mempertahankan hidupnya, dan hidup bocah yang terlanjur keluar dari rahimnya... entah dari mani siapa...

itu ujian...

tak akan ada manusia yang lulus dari ujian seperti itu; pelacur itu, yang hidup dalam nista, hina, dan derita, tak akan pernah menemukan sebuah alasan pun untuk bersyukur... dan tak akan ada satu pintu surga pun, katamu, untuk orang yang tidak bersyukur.

hidup pun bukan sinetron "religi" di televisi, bahwa akan ada pembelaan tuhan bagi mereka yang bisa sabar dalam derita. (sinetron pukkimaknya itu makin mengikis imanku yang memang tak seberapa).

lantunan ayat suci menggema merobek angkasa dari pengeras suara di menara masjid-masjid, atau kidung pujian bergemuruh di ruang agung katedral indah dengan tata akustik yang presisi... untuk apa, kalau tak ada yang mendengar bunyi napas bengek lelaki tua di ranjang kardus, yang untuk sekadar makan pun tak punya apa, apalagi berobat...

aku belum cukup banyak merasa atau melihat derita, tapi itu pun sudah hampir cukup untuk makin tidak menghormatimu.

jangan-jangan semua ini memang candu, yang membuat kami punya alasan untuk bersabar dalam derita... dongeng-dongeng yang makin hari makin tak masuk akal...